JAKARTA: Kendati sebagian besar industri makanan dan minuman olahan terkena dampak resesi global, kebutuhan mesin baru untuk meningkatkan kapasitas produksi di sektor ini pada tahun depan diprediksi tumbuh 20% dibandingkan dengan realisasi tahun ini.
Thomas Darmawan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), menjelaskan saat ini kemampuan mesin produksi di industri makanan olahan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi.
“Meskipun krisis, konsumsi makanan olahan tetap tumbuh karena manusia masih perlu makan. Pada umumnya, perusahaan di sektor ini telah mengalokasikan dana untuk belanja mesin. Secara keseluruhan pada tahun depan kebutuhan mesin baru ini tumbuh 15%-20%,” kata Thomas di sela-sela pembukaan pameran Manufacturing Indonesia Series 2008, kemarin.
Mesin-mesin yang dibutuhkan tersebut di antaranya untuk pengemasan, pemrosesan, dan penggilingan (milling).
“Produktivitas mesin kan menyusut pada tahun ke-5, karena itu industri makanan membutuhkan banyak mesin baru yang lebih efisien dan tahan lama,” katanya.
Penambahan mesin-mesin baru, lanjutnya, merupakan salah satu strategi produsen di tengah kekeringan likuiditas karena ekspansi pabrik baru sulit dilakukan.
“Dengan adanya penundaan ekspansi pendirian pabrik baru, maka alokasi dana investasi dialihkan untuk merestrukturisasi permesinan,” katanya.
Tingginya permintaan mesin dan peralatan di berbagai sektor manufaktur nasional, termasuk industri makanan dan minuman, membuat impor produk tersebut meningkat tajam sepanjang Januari-Oktober 2008.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor mesin/pesawat mekanik (pos tarif No. 84) sepanjang periode itu melonjak hampir 100% menjadi US$15,13 miliar dibandingkan dengan periode sama 2007 yang tercatat US$7,62 miliar.
Ekspor naik
Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari menjelaskan kendati secara absolut besaran impor produk permesinan dan komponen melampaui ekspor, tren ekspor nonmigas sepanjang 5 tahun terakhir ternyata juga meningkat.
Peningkatan ekspor itu terjadi pada alat konstruksi, mesin pertanian, mesin proses, alat penunjang energi, dan alat kelistrikan.
“Pada kuartal I/2008, ekspor peralatan mesin nasional tumbuh 8,32%,” ujarnya.
BPS juga mencatat nilai ekspor mesin sepanjang Januari-Oktober 2008 meningkat tipis menjadi US$6,8 miliar dibandingkan dengan periode sama 2007 yang berkisar US$6,18 miliar.
Sejauh ini, lanjut Thomas, resesi ekonomi dunia belum menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di industri makanan olahan.
Kinerja industri tersebut pada tahun ini diperkirakan masih mampu tumbuh sekitar 5% dengan total omzet Rp326 triliun.
Dia mengakui ada kekhawatiran imbas putaran kedua krisis ekonomi pada pertengahan 2009 akan menekan kinerja sektor ini, terutama IKM.